Pabrik Gong Di Bogor
Di jalan Pancasan tak jauh dari pusat kota Bogor, berdiri pabrik gong tertua dan bisa jadi satu-satunya di Jawa Barat. Memang agak sulit membedakan pabrik ini dengan rumah-rumah di tepi Jalan Pancasan yang berdempet dan padat di tepian hiruk-pikuknya Kota Hujan. Pabrik gong tersebut berjarak sekitar 2 kilometer dari Taman Raya Bogor Botanical Garden yang berdampingan dengan Museum Zoologi Bogor.
Di jalan Pancasan tak jauh dari pusat kota Bogor, berdiri pabrik gong tertua dan bisa jadi satu-satunya di Jawa Barat. Memang agak sulit membedakan pabrik ini dengan rumah-rumah di tepi Jalan Pancasan yang berdempet dan padat di tepian hiruk-pikuknya Kota Hujan. Pabrik gong tersebut berjarak sekitar 2 kilometer dari Taman Raya Bogor Botanical Garden yang berdampingan dengan Museum Zoologi Bogor.
“Gong Factory”, tertulis jelas berwarna
merah di tembok kuning yang sudah hampir pudar. Ya, pabrik gong yang
jauh dari popular ini bernama Gong Factory tetapi masyarakat Bogor
mengenalnya sebagai Gonghom. Di bawah tulisan itu berjejer tanaman hijau yang menandakan masih ada kehidupan di dalam gedungnya.
Pabrik berumur tua tersebut dikelola
oleh Haji Sukarna dengan bantuan anaknya yaitu Krisna. Tempat ini
berdiri dengan segudang karya budaya yang indah di tengah himpitan
modernisasi juga kapitalisme modern dimana bisa saja mencerabut akar
tradisinya dengan mudah.
Gonghom menempa dentuman demi dentuman
logam timah bercampur tembaga, menyusuri waktu sejak hampir 300 tahun
lalu. Di tempat inilah keterampilan membuat gong diturunkan selama 6
generasi dari ayah ke anak dan tak pernah berpindah jalur keturunan,
begitu pula lokasinya.
Jalan Pancasan sendiri begitu padat
dilalui kendaraan yang datang dan pergi meninggalkan kota Bogor.
Pelataran parkir pabrik gong ini hanya cukup untuk dua mobil. Itupun
harus dipakai menjemur kenyi, yaitu cetakan dari tanah liat untuk membuat gong, bonang, dan saron, jenis-jenis perkusi dari satu set gamelan.
Pintu kayu tak bercat pun terbuka,
mengizinkan suara dentuman dari dalam bergelora keluar ruang. Nampak
semburan dan bercak lidah api melambung di kegelapan tanpa lampu. Saat
itu juga panas menyeruak, membuat sehelai baju terasa terlalu tebal.
Pekerja di dalamnya berkumpul memegang
palu besi, bergiliran menempa sebuah lingkaran besar berwarna merah
memutih, barulah kemudian dikeluarkan dari liputan api membara. Tak
sehelai baju pun dikenakan pengrajin ini karena panasnya ruangan. Besi
lingkaran itu pun kembali dimasukkan ke dalam tungku api bersuhu 400
derajat Celsius.
Komentar
Posting Komentar