Perempuan-perempuan Perkasa dari Cibongkok,Sukabumi
Perempuan-perempuan Perkasa di Cibongkok
Apakah anda pernah berpikir, darimana datangnya kerikil bulat-bulat yang entah menghiasi taman, halaman, atau dasar akuarium anda. Gunung? Bukan. Batu bulat-bulat tersebut, yaitu batu kerikil andesit, tepatnya berasal dari pertambangan lepas pantai.
Lho, pantai kok batu? Pantai kan
pasir! Nah, bukalah mata anda, ternyata banyak sekali keunikan
pantai-pantai yang belum terekspos di Indonesia. Ini dia salah satunya,
Pantai Cibongkok.
Pantai Cibongkok, terletak di Pesisir Selatan Sukabumi. Berada di pesisir pantai Sukabumi paling barat, dan berbatasan langsung dengan Provinsi Banten. Untuk mencapainya, harus melalui jalan batu hancur lebur, karena memang buat apa diaspal bagus-bagus karena yang lewat hanya truk-truk pengangkut batu saja. Suasananya tandus, gersang, dan jarang pepohonan. Tetapi, hamparan lautnya yang bersih dan berwarna biru kehijauan seakan menyejukkan mata.
Disini, keadaan pantainya berupa batu. Bukan karang, tetapi benar-benar hamparan batu. Ukurannya macam-macam. Dari yang kecil sebesar kelereng, bola kasti, hingga sebesar melon. Warnanya, meski didominasi abu-abu, hitam, merah, biru, tetapi juga yang putih. Batu-batu ini seakan tidak ada habisnya diseroki penambang. Padahal, kalau dihitung-hitung, sudah berapa ribu ton batu-batu disini yang sudah terangkut kemana-mana. Mungkin saja, ada beberapa rumah anda.
Penambang disini, tidak hanya laki-laki. Bahkan jumlah perempuannya banyak. Mereka telaten menyeroki batu sembari menghindari hempasan ombak. Tidak hanya itu. Terdapat pula gubuk-gubuk di sekitar pantai yang berisi para pemecah batu. Ya, batu-batu yang dianggap berukuran terlalu besar, akan dipecah disini. Para pemecahnya, justru lebih banyak perempuan.
Srikandi Batu
Penulis sempat berbincang dengan seorang penambang. Sayang penulis lupa namanya. Dia, seorang ibu yang memiliki tiga anak. Umurnya sekitar 50 tahun. Dia, sudah sekitar 3 tahun menambang di Pantai Cibongkok. Padahal, ibu ini bukan penduduk asli Cibongkok. ”Jadi pagi-pagi, saya diantar kesini, nanti, jam lima sore, ada truk yang menjemput, saya pulang ke daerah Pelabuhan Ratu,” ungkapnya.
Ibu ini, kita sebut saja Ibu Sri, mengungkapkan suka-dukanya bekerja di pertambangan. Menurutnya, ketika pertama bekerja, itu sangat berat. Memilah, memikul , memecah batu bukan perkara sederhana. Diterpa sengatan matahari yang sangat terik sekaligus menghindari hempasan ombak. Kalau tidak memakai topi, satu jam saja bisa pingsan akibat heat stroke.
Menurut Ibu Sri, batu disini dijual kepada tengkulak bukan dengan satuan berat, tetapi gibig. Gibig adalah keranjang kecil, berbentuk silinder seperti ember, kira-kira berdiameter 30 sentimeter dan tinggi 40 sentimeter. ”Satu gibig batu yang biasa (berwarna abu-abu, seukuran kepalan tangan) dihargai paling mahal Rp.1000, tergantung tengkulaknya. Tiap batu dengan karakteristik masing-masing juga beda harganya.
Batu yang dihargai paling mahal adalah batu yang berwarna putih, berbentuk dan sebesar kelereng, ibarat mutiara. Satu gibignya bisa hampir 10 ribu rupiah. ”Tetapi nyari seharian kayaknya ga bakal dapet 1 gibig,” ungkap Ibu Sri. Ia sempat mengubek-ubek areal sekitar penulis untuk memperlihatkan contohnya, tetapi tidak ketemu. ”Namanya juga barang langka.”
Lalu, berapa uang yang didapat dalam sehari? Jangan dikira mengambil batu bisa asal-asalan serok. ”Mengambil batunya tidak boleh asal. Harus yang mulus, tidak patah, rompal, atau bopeng-bopeng.” Ibu Sri bisa mendapatkan hingga Rp.20.000 dalam sehari.
”Saya yakin rezeki emang gak akan kemana. Lihat saja pantainya setiap hari diseroki, tetapi batunya tidak habis-habis. Ada ombak, datang lagi datang lagi batunya.”
Ibu Sri, memang bukan Srikandi. Tetapi, dengan bijaksananya ia melihat hidup. Ia tidak mengeluh. Baginya, dengan uang halal hasil keringatnya, ia sudah bisa bahagia. Ia mungkin tidak tahu, di sebuah kota 90 kilometer di utara dari tempatnya berdiri, sudah sulit sekali ditemui orang yang berpikiran bijak sepertinya. Semua saling sikut, saling tebas, dan saling libas.
Berpotensi
Pesisir Sukabumi Selatan, termarjinalkan tetapi memukau. Cibongkok, yang masih segaris dengan pantai Cisolok, Cibangban, dam Cikembang, menawarkan panorama yang gila-gilaan. Bayangkan saja, airnya jernih berwarna biru turquoise diselingi hijau. Ombaknya tidak seganas Pelabuhan Ratu. Dari seluruh pantai di Sukabumi Selatan, Pantai Cibongkok dan Cikembang adalah pantai yang paling tenang ombaknya.
Di Cibongkok, memang tidak ada infrastruktur pariwisata. Paling hanya sebuah warung kecil. Kalau mau sedikit lebih ramai, coba susuri Pantai Cibongkok sedikit ke arah Barat. Anda akan menemui perkampungan nelayan di Pantai Cikembang. Di Pantai ini sudah berupa pasir, meski masih sedikit berbatu.
Biasanya wisatawan yang datang adalah para pemancing yang kemudian menyewa perahu nelayan. Pesisir Selatan Sukabumi memang spot ideal yang sangat disukai pemancing. Tangkapan disini, Tuna, Tongkol, Layur, hingga Marlin.
Akses, sebenarnya tidak sulit. Dari Pelabuhan Ratu, terus saja ke Barat, hingga Kota Cisolok. Lalu ada Pantai Nelayan Cibangban, masih terus. Jalanan akan mulai menanjak naik turun. Nah disini sulitnya, anda harus masuk kesebuah jalan batu kecil, tepatnya di sebuah tanjakan terjal. Tanyakan saja pada penduduk, jalur menuju tambang batu Cibongkok. Tambahan, kalau pakai mobil sedan lebih baik urungkan niat anda. Minimal mobil SUV, atau jip sekalian. Kalau motor masih mudah. Penulis sendiri menggunakan motor bebek.
Dibanding Cibongkok, Cikembang lebih berpotensi untuk dikelola dan dikembangkan menjadi tempat wisata. Jika Pantai Cikembang sudah dikelola dengan baik, pasti berimbas ke Pantai Cibongkok juga. Wajar, sebab jika ingin ke Cikembang, anda harus melalui Pantai Cibongkok dulu. Mungkin nanti para srikandi batu di Cibongkok akan lebih diperhatikan. Jadi, bagaimana nih Pemkab Sukabumi? Sudah siap?
Apakah anda pernah berpikir, darimana datangnya kerikil bulat-bulat yang entah menghiasi taman, halaman, atau dasar akuarium anda. Gunung? Bukan. Batu bulat-bulat tersebut, yaitu batu kerikil andesit, tepatnya berasal dari pertambangan lepas pantai.
Pantai Cibongkok, terletak di Pesisir Selatan Sukabumi. Berada di pesisir pantai Sukabumi paling barat, dan berbatasan langsung dengan Provinsi Banten. Untuk mencapainya, harus melalui jalan batu hancur lebur, karena memang buat apa diaspal bagus-bagus karena yang lewat hanya truk-truk pengangkut batu saja. Suasananya tandus, gersang, dan jarang pepohonan. Tetapi, hamparan lautnya yang bersih dan berwarna biru kehijauan seakan menyejukkan mata.
Disini, keadaan pantainya berupa batu. Bukan karang, tetapi benar-benar hamparan batu. Ukurannya macam-macam. Dari yang kecil sebesar kelereng, bola kasti, hingga sebesar melon. Warnanya, meski didominasi abu-abu, hitam, merah, biru, tetapi juga yang putih. Batu-batu ini seakan tidak ada habisnya diseroki penambang. Padahal, kalau dihitung-hitung, sudah berapa ribu ton batu-batu disini yang sudah terangkut kemana-mana. Mungkin saja, ada beberapa rumah anda.
Penambang disini, tidak hanya laki-laki. Bahkan jumlah perempuannya banyak. Mereka telaten menyeroki batu sembari menghindari hempasan ombak. Tidak hanya itu. Terdapat pula gubuk-gubuk di sekitar pantai yang berisi para pemecah batu. Ya, batu-batu yang dianggap berukuran terlalu besar, akan dipecah disini. Para pemecahnya, justru lebih banyak perempuan.
Srikandi Batu
Penulis sempat berbincang dengan seorang penambang. Sayang penulis lupa namanya. Dia, seorang ibu yang memiliki tiga anak. Umurnya sekitar 50 tahun. Dia, sudah sekitar 3 tahun menambang di Pantai Cibongkok. Padahal, ibu ini bukan penduduk asli Cibongkok. ”Jadi pagi-pagi, saya diantar kesini, nanti, jam lima sore, ada truk yang menjemput, saya pulang ke daerah Pelabuhan Ratu,” ungkapnya.
Ibu ini, kita sebut saja Ibu Sri, mengungkapkan suka-dukanya bekerja di pertambangan. Menurutnya, ketika pertama bekerja, itu sangat berat. Memilah, memikul , memecah batu bukan perkara sederhana. Diterpa sengatan matahari yang sangat terik sekaligus menghindari hempasan ombak. Kalau tidak memakai topi, satu jam saja bisa pingsan akibat heat stroke.
Menurut Ibu Sri, batu disini dijual kepada tengkulak bukan dengan satuan berat, tetapi gibig. Gibig adalah keranjang kecil, berbentuk silinder seperti ember, kira-kira berdiameter 30 sentimeter dan tinggi 40 sentimeter. ”Satu gibig batu yang biasa (berwarna abu-abu, seukuran kepalan tangan) dihargai paling mahal Rp.1000, tergantung tengkulaknya. Tiap batu dengan karakteristik masing-masing juga beda harganya.
Batu yang dihargai paling mahal adalah batu yang berwarna putih, berbentuk dan sebesar kelereng, ibarat mutiara. Satu gibignya bisa hampir 10 ribu rupiah. ”Tetapi nyari seharian kayaknya ga bakal dapet 1 gibig,” ungkap Ibu Sri. Ia sempat mengubek-ubek areal sekitar penulis untuk memperlihatkan contohnya, tetapi tidak ketemu. ”Namanya juga barang langka.”
Lalu, berapa uang yang didapat dalam sehari? Jangan dikira mengambil batu bisa asal-asalan serok. ”Mengambil batunya tidak boleh asal. Harus yang mulus, tidak patah, rompal, atau bopeng-bopeng.” Ibu Sri bisa mendapatkan hingga Rp.20.000 dalam sehari.
”Saya yakin rezeki emang gak akan kemana. Lihat saja pantainya setiap hari diseroki, tetapi batunya tidak habis-habis. Ada ombak, datang lagi datang lagi batunya.”
Ibu Sri, memang bukan Srikandi. Tetapi, dengan bijaksananya ia melihat hidup. Ia tidak mengeluh. Baginya, dengan uang halal hasil keringatnya, ia sudah bisa bahagia. Ia mungkin tidak tahu, di sebuah kota 90 kilometer di utara dari tempatnya berdiri, sudah sulit sekali ditemui orang yang berpikiran bijak sepertinya. Semua saling sikut, saling tebas, dan saling libas.
Berpotensi
Pesisir Sukabumi Selatan, termarjinalkan tetapi memukau. Cibongkok, yang masih segaris dengan pantai Cisolok, Cibangban, dam Cikembang, menawarkan panorama yang gila-gilaan. Bayangkan saja, airnya jernih berwarna biru turquoise diselingi hijau. Ombaknya tidak seganas Pelabuhan Ratu. Dari seluruh pantai di Sukabumi Selatan, Pantai Cibongkok dan Cikembang adalah pantai yang paling tenang ombaknya.
Di Cibongkok, memang tidak ada infrastruktur pariwisata. Paling hanya sebuah warung kecil. Kalau mau sedikit lebih ramai, coba susuri Pantai Cibongkok sedikit ke arah Barat. Anda akan menemui perkampungan nelayan di Pantai Cikembang. Di Pantai ini sudah berupa pasir, meski masih sedikit berbatu.
Biasanya wisatawan yang datang adalah para pemancing yang kemudian menyewa perahu nelayan. Pesisir Selatan Sukabumi memang spot ideal yang sangat disukai pemancing. Tangkapan disini, Tuna, Tongkol, Layur, hingga Marlin.
Akses, sebenarnya tidak sulit. Dari Pelabuhan Ratu, terus saja ke Barat, hingga Kota Cisolok. Lalu ada Pantai Nelayan Cibangban, masih terus. Jalanan akan mulai menanjak naik turun. Nah disini sulitnya, anda harus masuk kesebuah jalan batu kecil, tepatnya di sebuah tanjakan terjal. Tanyakan saja pada penduduk, jalur menuju tambang batu Cibongkok. Tambahan, kalau pakai mobil sedan lebih baik urungkan niat anda. Minimal mobil SUV, atau jip sekalian. Kalau motor masih mudah. Penulis sendiri menggunakan motor bebek.
Dibanding Cibongkok, Cikembang lebih berpotensi untuk dikelola dan dikembangkan menjadi tempat wisata. Jika Pantai Cikembang sudah dikelola dengan baik, pasti berimbas ke Pantai Cibongkok juga. Wajar, sebab jika ingin ke Cikembang, anda harus melalui Pantai Cibongkok dulu. Mungkin nanti para srikandi batu di Cibongkok akan lebih diperhatikan. Jadi, bagaimana nih Pemkab Sukabumi? Sudah siap?
Komentar
Posting Komentar